“ hey, masya Allah . . . salamun ‘Alaykum de. Gimana kabar’ta de? Bae-bae je ki? Dari mana hendak kemena nih?” serang kak Nur
“he eh . . wa’alaykum salam warahmatullah, Alhamdulillah . . . bikhair kak.. ini dari kamarnya Reva minjam materi buat di kopi kak”
“eh, Aisyah yah?” . . . tba-tiba suara itu muncul dari sudut kamar kak Nur yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua.
“masya Allah tante . . . disini ki dari tadi ?? afwan, afwan, afwan . . . nda kuliati kodong. Oh . . jadi yang kita maksud pondokkannya anaknya teman’ta ini?,”
“iya nak, di kampung tetangga ka dengan Nur. Ni si Eva nda sabar mau maen ke pondokkannya Nur. Dari tadi malam na paksa ka mau datang ke sini. Tapi na larang ki Rahman bedeng, jauh sekali dari unhas kodong mana sudah malam mi.” cerita ibu Rahman
“Semester berapami nak ?”
“baru ji semester 2 tante” jawab Aisyah
“itu Rahman kenapa lama sekali selesainya?. Padahal teman-temannya banyak mi yang wisuda?. Pokoknya kalau nda sampai ki selesai tahun ini, ku balo-balo ki kepalanya. Heran ka apa… yang na urus itu anak. Pusing ka pikir sekolahnya ni anak-anak, Alhamdulillah adenya si Evi dah selesai mi baru-baru. Bulan kemarin wisudanya. Mana habis-habisan ka ini, karna Evi waktu wisudanya banyak sekali keluar uang. Belum lagi ku pikirkan keluarganya itu perempuan. Tambah pusing ka” curhat ibu Rahman
Kayaknya sudah sejak tadi ibu Rahman curhat-curhatan sama kak Nur. Hm . . . masya Allah yah, Rahman sampe rela kuliahnya di tangguhkan demi dakwah. Astaghfirullah . . . ya rabb maafkan aku. Ya Allah . . . kenapa selalu terpikir dia terus??? Astagfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah…
A’isyah berulang-ulang melihati jam di HPnya dan sesekali ia menengok ke arah jendela melihat suasana jelang sore di luar. Sejak tadi ia berniat untuk pamit pulang, ia takut kemalaman di jalan. Namun dari sejak tadi ibu Rahman tak hentinya curhat. Nda sopan orang tua lagi ngomong trus di potong.
“begitulah nak, kami orang tua selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya” ibu Rahman pun mengakhiri cerita, sambil meneguk secangkir teh di depannya. Tampaknya ia mulai lelah sebab sejak tadi ia bercerita tanpa koma. A’isyah pun memanfaatkan moment tepat itu
“wah, di luar sana dah tampak gelap di?” sergah aisyah sambil kembali melihat jam di HPnya. “waduh, dah hampir me ki jam 6. Ya dah kak, tante pulang ma dulu nah, insya Allah kapan-kapan kesini ka lagi. Mau mi magrib bela.”
Setelah bersalaman dan bercipika-cipiki, A’isyah pun pamit pulang.
Di perjalanan pulang lagi-lagi Aisyah mengingatnya. Sosok yang begitu di kaguminya. Berilmu, cerdas, ahlaknya tak diragukan, dan salah satu murid kesayangan ustadz, murrobbi A’isyah waktu di SMA dulu. Masya Allah. “ngapain ya ibu Kak Rahman ke sini?, kan kak Rahman belum selesai kuliahnya? Kalau hanya sekedar menjenguk sih kan ntar lagi liburan semester. Kalau hanya sekedar jalan-jalan, kan tadi ibunya bilang kalau udah nda punya uang gitu. Astaghfirullah, kok jadi benih ghibah dalam hati ya? Ya Allah . . .” debatnya dalam hati
Setibanya di pondokkan A’isyah pun kemudian melaksanakan sholat magrib. Dilanjutkan dengan dzikir yang menjadi amalan rutinnya kemudian ia sholat 2 rakaat.
Setelahnya sholat, dilihatnya materi yang di fotokopinya tadi sore. A’isyah pun membeca slide demi slide. Tiba-tiba handphonenya berdering
“abu hurairah, ustadz! Masya Allah … ada apa ya beliau menelponku” tanyanya dalam hati. Segra di angkat telpon dari ustadznya, sang murobby A’isyah.
“ya, salamun ‘alaykum ustadz?” Tanya A’isyah
“waalaykum salam warahmatullah wabarakatuh, A’isyah bagaimana kabarnya kalian di situ?”
“Alhamdulillah, bae-bae ji ustadz”
“lagi sedang apa”
“nda ji, lagi ngapal-ngapal “
“ngapal ayat atau ngapal rumus?”
“lagi ngapal materi kuliah ustadz”
“oh gitu. Begini, ku titipkan pesan kepada kalian semua di sana agar senatiasa tetap menjaga hidayah yang Allah telah berikan kepada kalian. Sebab tabiat iman manusia tidak selamanya diatas. Ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dangan kemaksiatan. Dan salah satu jalur syetan yang di tempuh untuk merobohkan tembok keistiqomahan para aktivis itu dengan di hadirkannya fitnah pada diri mereka. Oleh karena itu, jaga pergaulan kalian terutama hubungan dengan lawan jenis. Jangan buat celah syetan untuk masuk dalam hati kalian.”
“na’am jadzakallahu khairan ustadz. . . mm.. afwan sebelumnya kayak ada sesuatu ya? Sebab biasanya tauhsiyah di sampaikan lewat sms?”
“ jadi gini, si Rahman itu 2 hari yang lalu dah nikah, tapi dengan cara yang tidak baik. Maksud ana asbabnya karena terfitnah tadi. Allah ‘alam. Sangat ana harapkan dari kalian untuk tetap menjaga hijab diantara lawan jenis. Jangan sedikit pun melonggar-longgarkan syariat. Alhamdulillah Allah masih menyelamatkan mereka. Coba seandainya saja Allah mencabut nyawa kita dalam keadaan sedang bermaksiat dalam artian hati kita sedang berpenyakit. Maka sangat merugi dan celakanya. Itulah pesan ana, ittaqillaha tsummastaqim!, ya sudah, ana amanakan nasihat ini tuk di sampaikan kepada mutarabiyah ana yang lain lewat anty.”
“jadzakallahu khairan ustadz”
“na’am wa iyyaki. Belajar baik-baik, jalankan amanah ortu dan dakwah, tetap istiqomah. Salamun ‘alaykum warahmatullah”
“waalaykum salam warahmatullahi wabarakatuh” jawabku
Bersambung insya Allah . . .
2 komentar:
assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh
raihana yg kak cintai karena Allah,kelanjutan kisahnya kak tunggu yach...tetap jaga amanah kisah ini,rajutlah dgn kata amanah yg indah,jgn dihiasi dgn kata-kata berbumbu....
biarlah semua berjalan sesuai kehendak Alloh,semoga Alloh menjagamu dek.
tambahkan kisah-kisah yang lebih menarik lagi yach . . .
Posting Komentar